Senin, 15 Oktober 2012

Krisis energi, pangan, dan sosial

Energi pemerintah relatif banyak terkuras menghadapi berbagai permasalahan berkaitan dengan masalah energi dan ketersediaan pangan.
Kondisi demikian apabila tidak dikelola dengan baik tentu akan dimanfaatkan oleh banyak pihak untuk menurunkan kredibilitas/popularitas pemerintah di mata masyarakat, berkaitan dengan ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola permasalahan yang mendera.
Beberapa hal yang akan dapat menimbulkan permasalahan ke depan berkaitan situasi global dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah, di antaranya adalah masih tingginya angka inflasi untuk Maret 2008 yakni berada pada level 0,95%, inflasi year on year 8,71%, sementara pemerintah menargetkan inflasi 2008 tidak lebih dari 6,5%
Naiknya harga beberapa komoditas pangan di pasaran dunia, terutama beras disebabkan oleh banyak hal, di antaranya adalah meningkatnya konsumsi di negara-negara produsen beras sendiri, seperti Vietnam, China, Thailand dan India. Wajar apabila negara tersebut lebih mengutamakan produksinya untuk memenuhi konsumsi dalam negeri sendiri dari pada untuk ekspor.
Di dalam negeri sendiri, sebetulnya saat ini sedang musim panen raya, sehingga diharapkan produksi beras dalam negeri dapat mencukupi kebutuhan sendiri.
Namun, yang terjadi adalah produksi padi petani tidak dapat sepenuhnya diserap oleh Bulog dan justru banyak petani yang menjual padi produksinya kepada para tengkulak dengan harga Rp1.650,-/kg, jauh di bawah standar yang ditetapkan pemerintah (standar pemerintah untuk gabah kering panen Rp2000,-/kg dan gabah kering Rp2600,-).
Kondisi ini mengakibatkan petani makin terjepit dan melihat menanam padi tidak lagi menguntungkan, sehingga akan mengurangi niat dan semangat petani untuk kembali menanam padi pada musim tanam berikutnya.
Hal ini tentunya akan mengancam kelangsungan niat pemerintah untuk menciptakan swasembada pangan dalam negeri.
Di sisi lain, harga minyak dunia yang mencapai level US$110/barel, membawa dampak positif bagi produsen minyak, tetapi di sisi lain membawa petaka bagi negara-negara pengimpor minyak, tidak terkecuali Indonesia.
Dengan demikian pemerintah mengeluarkan anggaran yang cukup besar untuk subsidi BBM bagi keperluan dalam negeri. Upaya yang dilakukan pemerintah di samping secara bertahap mengurangi subsidi juga berupaya melakukan konversi minyak tanah ke gas.
Konversi minyak tanah ke gas elpiji yang telah disosialisasikan pemerintah beberapa waktu lalu dan pada bulan Mei 2008 ini akan diterapkan secara keseluruhan di DKI Jakarta. Dengan arti kata, khusus untuk wilayah DKI Jakarta harga minyak tanah yang dipasarkan harganya tidak lagi mendapatkan subsidi, tetapi sudah sesuai dengan harga keekonomiannya.
Kebijakan ini di satu sisi akan mengurangi beban pemerintah dalam hal subsidi, tetapi di sisi lain tentunya akan menimbulkan permasalahan sosial di masyarakat.
Permasalahan yang akan timbul dapat saja berupa pemanfaatan situasi oleh para spekulan dengan memanfaatkan disparitas harga minyak tanah antarwilayah tersebut untuk memperoleh keuntungan, misalnya dengan menjual minyak tanah yang sebetulnya untuk wilayah luar DKI Jakarta dijual di DKI Jakarta.
Belum lagi karena keterbatasan kemampuan ekonomi, tidak semua masyarakat mampu membeli tabung gas elpiji ukuran 3 kg dengan harga Rp 15.000 sekaligus, karena bagi masyarakat yang berpenghasilan kecil biasanya mereka membeli minyak tanah untuk keperluan memasak hanya mampu 1 atau 2 liter.
Jelas, untuk langsung mengeluarkan uang Rp 15 ribu sekaligus cukup berat, walaupun kalau ditotal secara keseluruhan penggunaan elpiji lebih ekonomis dibandingkan dengan minyak tanah.

Permasalahan sosial
Permasalahan yang sudah muncul saat ini adalah langkanya gas dan minyak tanah di pasaran, sehingga harga gas elpiji sudah mulai merangkak naik. Begitu juga dengan minyak tanah, antrean untuk mendapatkan minyak tanah sudah terjadi di beberapa wilayah.
Hal ini menunjukkan bahwa berbagai persoalan dan permasalahan akan timbul berkaitan dengan penerapan konversi minyak tanah ke gas.
Pemerintah perlu menyiapkan langkah-langkah antisipasi agar permasalahannya tidak sampai menimbulkan persoalan sosial yang rumit yang pada gilirannya akan memunculkan gejolak sosial yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.
Angka inflasi yang cukup tinggi juga memperlihatkan bahwa beberapa kebutuhan pokok masyarakat meningkat tajam. Artinya, kondisi ini menyebabkan daya beli masyarakat terhadap kebutuhan pokok akan berkurang, beban ekonomi masyarakat bertambah, kelompok rakyat miskin tentu jumlahnya juga akan bertambah.
Kondisi seperti itu akan semakin menambah permasalahan sosial yang memang sudah bertumpuk. Sekali lagi, hal ini tentunya makin menambah daftar panjang persoalan yang perlu dicarikan solusinya oleh pemerintah dan jajarannya.
Krisis energi dan krisis pangan sewaktu-waktu dapat mengancam kehidupan sosial masyarakat. Indonesia dengan jumlah penduduk yang cukup besar menjadikan ancaman tersebut semakin menghantui.
Beban subsidi untuk BBM dan bahan pangan makin membebani keuangan pemerintah, ancaman kekurangan pangan dan kekurangan gizi akan menimpa masyarakat kita. Kalau tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan gejolak/kerusuhan sosial di masyarakat yang mengakibatkan pemerintah kolaps.
Bisa dibayangkan, di mana-mana masyarakat sulit untuk mendapatkan kebutuhan pokok karena daya beli rendah, belum lagi antrean untuk mendapatkan sembako, minyak tanah dan gas. Kondisi demikian akan menambah tingkat stres masyarakat kecil yang pada gilirannya mengundang perbuatan nekat. Kalau ini yang terjadi, ancaman kerusuhan sosial makin dekat dan tinggal menunggu pemicu.

Langkah antisipasi
Menghadapi permasalahan yang demikian, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah penghematan penggunaan energi dalam negeri, diversifikasi dan konversi energi apabila diperlukan agar beban subsidi tidak makin memberatkan keuangan negara.
Di bidang pangan, pemerintah perlu segera kembali secara serius mencanangkan swasembada pangan dalam negeri dengan berbagai program terpadu baik dalam hal intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian.
Harga harga keekonomian produksi pangan juga perlu dijamin sehingga menguntungkan petani untuk menjaga kesinambungan produksi. Dalam hal ini peran Perum Bulog diharapkan untuk menjamin stok pangan dan menjaga stabilitas harga keekonomiannya,
Di samping itu, Pertamina diharapkan dapat menjamin ketersediaan BBM dalam negeri terutama minyak tanah dan gas, serta menjamin distribusinya tepat sasaran, khususnya untuk minyak tanah yang bersubsidi jangan sampai terdistribusi ke wilayah yang seharusnya tidak bersubsidi. 

Sumber:  http://www.unisosdem.org/ekopol_detail.php?aid=9960&coid=2&caid=30- Bastiam Syahrial

Mata Kuliah: BAHASA INDONESIA 1 # (TULISAN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar