Energi pemerintah relatif banyak terkuras menghadapi
berbagai permasalahan berkaitan dengan masalah energi dan ketersediaan
pangan.
Kondisi demikian apabila tidak dikelola dengan baik tentu akan
dimanfaatkan oleh banyak pihak untuk menurunkan kredibilitas/popularitas
pemerintah di mata masyarakat, berkaitan dengan ketidakmampuan
pemerintah dalam mengelola permasalahan yang mendera.
Beberapa hal yang akan dapat menimbulkan permasalahan ke depan
berkaitan situasi global dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah, di
antaranya adalah masih tingginya angka inflasi untuk Maret 2008 yakni
berada pada level 0,95%, inflasi year on year 8,71%, sementara
pemerintah menargetkan inflasi 2008 tidak lebih dari 6,5%
Naiknya harga beberapa komoditas pangan di pasaran dunia,
terutama beras disebabkan oleh banyak hal, di antaranya adalah
meningkatnya konsumsi di negara-negara produsen beras sendiri, seperti
Vietnam, China, Thailand dan India. Wajar apabila negara tersebut lebih
mengutamakan produksinya untuk memenuhi konsumsi dalam negeri sendiri
dari pada untuk ekspor.
Di dalam negeri sendiri, sebetulnya saat ini sedang musim panen
raya, sehingga diharapkan produksi beras dalam negeri dapat mencukupi
kebutuhan sendiri.
Namun, yang terjadi adalah produksi padi petani tidak dapat
sepenuhnya diserap oleh Bulog dan justru banyak petani yang menjual padi
produksinya kepada para tengkulak dengan harga Rp1.650,-/kg, jauh di
bawah standar yang ditetapkan pemerintah (standar pemerintah untuk gabah
kering panen Rp2000,-/kg dan gabah kering Rp2600,-).
Kondisi ini mengakibatkan petani makin terjepit dan melihat
menanam padi tidak lagi menguntungkan, sehingga akan mengurangi niat dan
semangat petani untuk kembali menanam padi pada musim tanam berikutnya.
Hal ini tentunya akan mengancam kelangsungan niat pemerintah untuk menciptakan swasembada pangan dalam negeri.
Di sisi lain, harga minyak dunia yang mencapai level
US$110/barel, membawa dampak positif bagi produsen minyak, tetapi di
sisi lain membawa petaka bagi negara-negara pengimpor minyak, tidak
terkecuali Indonesia.
Dengan demikian pemerintah mengeluarkan anggaran yang cukup besar
untuk subsidi BBM bagi keperluan dalam negeri. Upaya yang dilakukan
pemerintah di samping secara bertahap mengurangi subsidi juga berupaya
melakukan konversi minyak tanah ke gas.
Konversi minyak tanah ke gas elpiji yang telah disosialisasikan
pemerintah beberapa waktu lalu dan pada bulan Mei 2008 ini akan
diterapkan secara keseluruhan di DKI Jakarta. Dengan arti kata, khusus
untuk wilayah DKI Jakarta harga minyak tanah yang dipasarkan harganya
tidak lagi mendapatkan subsidi, tetapi sudah sesuai dengan harga
keekonomiannya.
Kebijakan ini di satu sisi akan mengurangi beban pemerintah dalam
hal subsidi, tetapi di sisi lain tentunya akan menimbulkan permasalahan
sosial di masyarakat.
Permasalahan yang akan timbul dapat saja berupa pemanfaatan
situasi oleh para spekulan dengan memanfaatkan disparitas harga minyak
tanah antarwilayah tersebut untuk memperoleh keuntungan, misalnya dengan
menjual minyak tanah yang sebetulnya untuk wilayah luar DKI Jakarta
dijual di DKI Jakarta.
Belum lagi karena keterbatasan kemampuan ekonomi, tidak semua
masyarakat mampu membeli tabung gas elpiji ukuran 3 kg dengan harga Rp
15.000 sekaligus, karena bagi masyarakat yang berpenghasilan kecil
biasanya mereka membeli minyak tanah untuk keperluan memasak hanya mampu
1 atau 2 liter.
Jelas, untuk langsung mengeluarkan uang Rp 15 ribu sekaligus
cukup berat, walaupun kalau ditotal secara keseluruhan penggunaan elpiji
lebih ekonomis dibandingkan dengan minyak tanah.
Permasalahan sosial
Permasalahan yang sudah muncul saat ini adalah langkanya gas dan
minyak tanah di pasaran, sehingga harga gas elpiji sudah mulai merangkak
naik. Begitu juga dengan minyak tanah, antrean untuk mendapatkan minyak
tanah sudah terjadi di beberapa wilayah.
Hal ini menunjukkan bahwa berbagai persoalan dan permasalahan
akan timbul berkaitan dengan penerapan konversi minyak tanah ke gas.
Pemerintah perlu menyiapkan langkah-langkah antisipasi agar
permasalahannya tidak sampai menimbulkan persoalan sosial yang rumit
yang pada gilirannya akan memunculkan gejolak sosial yang dapat
mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.
Angka inflasi yang cukup tinggi juga memperlihatkan bahwa
beberapa kebutuhan pokok masyarakat meningkat tajam. Artinya, kondisi
ini menyebabkan daya beli masyarakat terhadap kebutuhan pokok akan
berkurang, beban ekonomi masyarakat bertambah, kelompok rakyat miskin
tentu jumlahnya juga akan bertambah.
Kondisi seperti itu akan semakin menambah permasalahan sosial
yang memang sudah bertumpuk. Sekali lagi, hal ini tentunya makin
menambah daftar panjang persoalan yang perlu dicarikan solusinya oleh
pemerintah dan jajarannya.
Krisis energi dan krisis pangan sewaktu-waktu dapat mengancam
kehidupan sosial masyarakat. Indonesia dengan jumlah penduduk yang cukup
besar menjadikan ancaman tersebut semakin menghantui.
Beban subsidi untuk BBM dan bahan pangan makin membebani keuangan
pemerintah, ancaman kekurangan pangan dan kekurangan gizi akan menimpa
masyarakat kita. Kalau tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan
gejolak/kerusuhan sosial di masyarakat yang mengakibatkan pemerintah
kolaps.
Bisa dibayangkan, di mana-mana masyarakat sulit untuk mendapatkan
kebutuhan pokok karena daya beli rendah, belum lagi antrean untuk
mendapatkan sembako, minyak tanah dan gas. Kondisi demikian akan
menambah tingkat stres masyarakat kecil yang pada gilirannya mengundang
perbuatan nekat. Kalau ini yang terjadi, ancaman kerusuhan sosial makin
dekat dan tinggal menunggu pemicu.
Langkah antisipasi
Menghadapi permasalahan yang demikian, pemerintah perlu mengambil
langkah-langkah penghematan penggunaan energi dalam negeri,
diversifikasi dan konversi energi apabila diperlukan agar beban subsidi
tidak makin memberatkan keuangan negara.
Di bidang pangan, pemerintah perlu segera kembali secara serius
mencanangkan swasembada pangan dalam negeri dengan berbagai program
terpadu baik dalam hal intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian.
Harga harga keekonomian produksi pangan juga perlu dijamin
sehingga menguntungkan petani untuk menjaga kesinambungan produksi.
Dalam hal ini peran Perum Bulog diharapkan untuk menjamin stok pangan
dan menjaga stabilitas harga keekonomiannya,
Di samping itu, Pertamina diharapkan dapat menjamin ketersediaan
BBM dalam negeri terutama minyak tanah dan gas, serta menjamin
distribusinya tepat sasaran, khususnya untuk minyak tanah yang
bersubsidi jangan sampai terdistribusi ke wilayah yang seharusnya tidak
bersubsidi.
Sumber: http://www.unisosdem.org/ekopol_detail.php?aid=9960&coid=2&caid=30- Bastiam Syahrial
Mata Kuliah: BAHASA INDONESIA 1 # (TULISAN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar