Kamis, 26 Juni 2014

Kurang Diapresiasi, Bidan Indonesia Galau

Jakarta, Masalah kesehatan di Indonesia terkait angka kematian ibu dan bayi yang tinggi dikatakan oleh ahli dapat diatasi dengan Keluarga Berencana (KB). Tidak hanya KB, masalah potensi medis yang kurang juga turut menambah rumit masalah tersebut.

Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes, ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) mengatakan bahwa sekitar 80 persen tenaga kesehatan yang menjalankan program KB adalah bidan dan sekitar 65 persen persalinan ditolong oleh Bidan. banyaknya kontribusi yang diberikan terutama di desa membuat bidan menyatu dengan masyarakat setempat.

Bidan memberikan kontribusi pada pelayanan medis yang besar namun menurut Emi kurang diapresiasi. Lewat peraturan menteri kesehatan No.07 tahun 2013 lalu kini bidan yang berkerja untuk pemerintah tidak dapat memperpanjang masa kontraknya. Maksimal kontrak seorang bidan hanya sampai sembilan tahun kerja.

Emi menjelaskan bahwa bidan sama seperti profesi ahli lainnya memiliki tes kompetensi dan sertifikasi, namun profesi bidan tidak diberikan jenjang karir.

"Bidan di Indonesia kurang mendapat apresiasi, kebanyakan bidan tersebut merupakan tenaga kontrak, ada yang sampai sekitar 20 tahun mereka masih kontrak, diperpanjang terus. Sudah berkerja sampai sembilan tahun kontrak, berbaur dengan masyarakat desa, tapi sekarang tidak bisa diperpanjang, ini yang mungkin membuat bidan galau" ujar Emi saat ditemui pada acara forum diskusi di merDesa Institute Jakarta, seperti ditulis Rabu (25/6/2014).

Emi mengeluhkan profesi bidan tidak mendapatkan perhatian yang sama oleh pemerintah contohnya seperti guru dan dosen. Guru dan dosen yang telah lulus sertifikasi mendapatkan tunjangan sertifikasi sedangkan bidan tidak dapat apa-apa padahal sama-sama melalui tes sertifikasi.

"Bagaimana bidan bisa melayani jika mereka sendiri tidak sejahtera, masih memikirkan anaknya mau sekolah universitas bisa atau tidak. Apalagi untuk mereka yang kontrak di desa, tidak punya masa depan dan jenjang karir padahal mereka melakukan pendidikan profesional cukup mahal," tutup Emi.

Sumber: http://health.detik.com/read/2014/06/25/082342/2618433/764/kurang-diapresiasi-bidan-indonesia-galau

Tidak ada komentar:

Posting Komentar